Debat Presiden: Diskusi Publik yang Bermartabat atau Sekedar Panggung Sensasi

Ilustrasi - detikcom

Sumber Daya Pikiran - Menjelang pemilihan presiden 2024, kita dihadapkan dengan 3 pilihan paslon, yang masing-masing berdiri di atas stand point yang berbeda. Ada yang fokus pada keberlanjutan, ada yang fokus pada koreksi nilai, ada yang fokus pada perubahan.

Semuanya adalah baik, karena pada dasarnya demokrasi ditunjukan untuk melibatkan masyarakat secara luas dalam memilih tampuk kepemimpinan. Terlepas dari perbedaan substansial yang dilatarbelakangi oleh pendidikan ataupun ekonomi, tiap suara dari masing-masing warga negara bernilai satu poin. Akumulasi dari nilai inilah yang nantinya akan menentukan siapa yang akan memimpin negeri ini dalam periode waktu 5 tahun yang akan datang.

Model pergantian kekuasaan semacam ini memang cukup mengkhawatirkan, mengingat kemampuan komperhensi dari lintas kalangan tidak mungkin disamaratakan. Namun mengingat kalau aspirasi publik hanya bisa diwakili melalui kesetaraan hak, jadi pemilihan umum yang dilangsungkan bisa jadi solusi terbaik bagi model demokrasi di indonesia.

Dalam pagelarannya, pemilihan umum presiden melibatkan periode waktu yang cukup panjang, butuh sumber daya energi dan dukungan massa yang luas agar dukungan massa dapat diraih. Hal ini merupakan pertimbangan dari tiap tim sukses (timses) dari masing-masing calon yang memperebutkan suara elektoral.

Debat presiden adalah salah satu panggung yang harus diikuti oleh masing-masing pasangan calon. Merupakan tempat unjuk gigi dan peleburan aspirasi terhadap setiap pemilih dalam menentukan siapakah pasangan calon yang memiliki kesamaan nilai, kesamaan pandangan dan kecocokan dalam menggapai harapan, termasuk langkah yang dilakukan dalam mensejahterakan masyarakat dan memajukan negeri.

Debat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang berlangsung selama lima kali memungkinkan pemilih untuk memahami secara baik tentang visi pasangan calon dalam memandang negara, menentukan arah kebijakan, dan model kepemimpinan yang nantinya akan digunakan dalam menentukan calon presiden. 

Intensitas yang berlangsung menuntut siapapun tampil degan sebaik mungkin, atau justru terlihat layak dan sempurna. Namun, sebagai negara yang cukup konservatif, masyarakat indonesia banyak menaruh poin etika dalam poin perdebatan yang krusial, sebagai jalan untuk memastikan diskusi publik berlangsung dengan baik, dan bermartabat. 

Demokrasi memiliki model pemerintahan yang mengakomodasi kebutuhan masyarakat secara luas, namun adil. Diskriminasi kebijakan yang mengedepankan kelompok atau golongan tertentu bukanlah model pemerintahan yang demokratis. Penghargaan atas individu perlu dijunjung sebaik dan setinggi mungkin. Hal itu menjadi bagian dari toleransi terhadap perbedaan yang demokrasi harapkan.

Dalam rangkaian penyelenggaraannyapun, debat presiden perlu memperhatikan kesopanan dan penghargaan terhadap lawan politik. Perbedaan cara pandang dan sikap tidak seharusnya dianggap sebagai musuh yang perlu dicaci dan dimaki. Hanya perbedaan cara masing-masing memandang masalah yang krusial bagi negerinya.

Retorika yang baik, tertata dan beradab perlu diutamakan. Bukan karena debat presiden, namun dalam semua forum dan perlombaan debat, etika mewakili sepertiga dari nilai keseluruhan, selain validitas data dan kelugasan cara penyampaian. Debat yang dilaksanakan bertujuan sebagai saluran pendidikan publik terhadap demokrasi, bukan semata-mata dikarenakan panggung yang potensial dan dapat dimanfaatkan untuk mencari atensi dari pemilih.

Calon presiden perlu menjaga retorika yang baik tanpa merendahkan martabat lawan. Serangan-serangan argumen diperbolehkan, selama tidak menyangkut hal-hal personal, atau bully terhadap fisik dari lawan debat. Dalam area debat perilaku semacam ini disebut sebagai Ad Hominem. Karena pada dasarnya, membangun wacana publik adalah berbicara tentang masa depan berdasarkan pengalaman di masa lalu, bukan melibatkan hal-hal yang terlalu personal. Kualitas diskusi yang baik memberikan contoh kepemimpinan yang baik sebagai rujukan bagi pemilih.

Kejujuran dan integritas adalah poin penting lainnya yang perlu dinyatakan secara konsisten dalam setiap pernyataan yang mereka sampaikan. Informasi yang disajikan haruslah akurat dan terpercaya. Pemilih perlu memiliki alasan untuk percaya, salah satunya adalah dengan menjabarkan gambaran yang jelas mengenai niat dan visi mereka.

Secara teknis, hal-hal yang menyangkut waktu dan format debat telah disepakati secara bersama. Kesepakatan bersama adalah ikatan yang kuat, selanjutnya giliran dari pemangku kepentingan perlu menghargai ketentuan yang secara bersama disepakati tersebut. Sedang, tugas dan tanggung jawab dari pengawas acara ataupun penyelenggara ialah menghindari pelanggaran aturan dan menjaga agar debat dapat berlangsung secara optimal, sambil mengorganisir acara berlangsung dengan cara yang seharusnya.

Kemampuan komunikasi diuji dalam forum ini. Seorang calon pemimpin dalam mengartikulasikan cara pandang dan kebijakannya diuji juga di dalam forum ini. Keharusan calon presiden harus menyajikan ide-ide dan gagasannya secara jelas dan menghindari penggunaan bahasa yang rumit atau ambigu yang dapat membingungkan lawan debat dan merugikan pemilih yang meluangkan waktunya dalam forum debat presiden tersebut.

Dalam rangkaian debat yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum terlihat seorang pasangan calon presiden memperlihatkan gimmick yang berlebih. Sebagai arus revolusi industru 4.0, desentralisasi opini publik lewat media-media yang dikendalikan secara personal terjadi dengan begitu massifnya. Entah dukungan personal ataupun kelompok Buzzer yang membanjiri diskursus publik jadi santapan besar yang dikonsumsi oleh masyarakat modern.

Strategi media saat ini banyak dialokasikan pada bagian dari tata cara marketing politik. Barrack Obama dalam pemilihan Presiden AS menggunakan strategi media dalam mengakomodasi citra publik bagi para pemilihnya. Keberhasilan strategi media ini pertama kali dipraktikan oleh Joko Widodo dalam pemilihan Gubernur Jakarta, dan terbukti berhasil meloloskannya untuk maju mengalahkan Gubernur Petahanan di Masa itu, Fauzi Bowo.

Namun, mengingat strategi gimmick saat ini sudah terlalu sering digunakan oleh para politisi dan kandidat yang berkontestasi di politik, ada harapan bahwa politik dapat dibawa ke dalan area yang lebih substansial. Penggunaan Gimmick yang berlebihan cenderung mengalihkan perhatian publik daripada isu-isu substantif yang krusial. 

Gestur-gestur atau tindakan yang semula bertujuan untuk mendapatkan perhatian massa di media sosial, justru beralih fungsi jadi pertunjukan politik yang tidak substantif dan kurang bermartabat. Pemilih dipaksa terjebak dalam dinamika hiburan yang diciptakan oleh gimmick, hingga mengabaikan esensi dari demokrasi, mengalihkan fokus dari strategi kebijakan yang berdasarkan visi calon presiden. 

Gimmick berlebihan cenderung meningkatkan polarisasi di antara kelompok pendukung. Taktik-taktik tersebut dapat mengawali ketidakharmonisan dalam diskursus yang dilakukan masyarakat. Kuatnya perpecahan yang membagi masyarakat menjadi beberapa kubu dan golongan yang saling terpecah, dan membuat atmosfer politik jadi memanas dan semakin menegangkan.

Penting untuk membangun debat presiden yang etis dan bermartabat perlu dilakukan dengan cara memberikan kritik terhadap gimmick yang berlebih. wawasan dan sikap kritis dari pemilih penting untuk menciptakan atmosfir yang sehat. Sedang, pertanggungjawaban dari para kandidat presiden, adalah menengahi perbedaan pandangan dari para pendukungnya, sehingga tidak menciptakan media yang bias dalam pemberitaan dan menyajikan informasi.

Pentingnya untuk melibatkan pemilih dalam pendidikan politik yang menekankan pada substansi isu-isu penting yang krusial. Cara berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam mendistribusikan wawasan dan pendidikan bagi para calon pemilih turut membantu masyarakat untuk bersikap kritis terhadap taktik-taktik yang bersifat hiburan semata.

Masyarakat sipil, media, dan analis politik memiliki peran penting dalam mengkritik gimmick yang terlalu berlebihan. Kurang dewasanya pemilih muda yang dengan mudahnya terbius oleh trend-trend yang diciptakan membuat substansi jadi hal yang terpinggirkan. Semua pihak memiliki peran yang setara dan bertanggungjawab dalam menahan penggunaaan taktik tersebut secara berulang. Hal ini membantu mengarahkan perhatian masyarakat kembali kepada isu-isu yang sebenarnya.

Calon presiden perlu berkomitmen untuk mengubah fokus kampanye mereka dari gimmick ke isu-isu substansial, tujuannya adalah membangun kampanye yang berdasarkan pada ide-ide dan strategi penuntasan masalah dengan melahirkan kebijakan yang konkret. Dalam forum debat setiap calon dapat membuktikan tanggung jawab masing-masing secara serius tentang masalah di tampuk kepemimpinan yang sedang mereka upayakan.

Sedangkan Media bertanggung jawab atas isu-isu publik. Memberikan penilaian yang menyeluruh terhadap semua perdebatan di ruang publik yang berlangsung dengan tidak objektif. Media perlu menempatkan isu-isu krusial di garis terdepan dalam masalah yang hadir di tengah masyarakat. Mengesampingkan upaya mengekspos gimmick-gimmick yang kontraproduktif, agar kembali ke ranah diskursus sebagaimana semua kebijakan yang tidak produktif dipandang secara sinis dan kritis.

Demokrasi adalah model pergantian tampuk kepemimpinan lewat aspirasi publik. Rasa keterwakilan menjadikan mayoritarianisme dapat ditoleransi sebagai bagian dari aspirasi publik. Mendukung budaya yang bermartabat dengan turut mengawal politik ke dalam perdebatan yang substansial, agar kita dapat memastikan bahwa pemilihan presiden merupakan refleksi dari aspirasi dan kepentingan segenap masyarakat di Indonesia.

Lebih baru Lebih lama