Sumber Daya Pikiran - The Frankfurt School atau yang di indonesia populer dengan nama Mazhab Frankfurt, adalah sebuah aliran pemikiran dalam sosiologi dan filsafat kritis. Sekolah Frankfurt mewakili kelompok pemikir dan intelektual yang memiliki pengaruh mendalam terhadap pemahaman sosial, politik, dan budaya. kelompok ini didirikan di Frankfurt, Jerman, pada tahun 1923.
Kegiatan dari organisasi ini identik dengan riset sosial yang dilakukan di Institut Penelitian Sosial (the Institute for Social Research) yang didirikan di Universitas Goethe Frankfurt pada tahun 1923. Pusat penelitian ini Dibentuk pada masa Republik Weimar, selama periode waktu dimana terjadinya perang antar negara Eropa.
Mazhab Frankfurt, atau dikenal juga sebagai mazhab yang terdiri dari sekelompok sarjana yang menciptakan landasan teori kritis. Generasi pertama Mazhab Frankfurt terdiri dari para intelektual, akademisi, dan para kritisi sosial-politik yang tidak puas dengan kondisi sosial di Jerman pada masa itu.
Mazhab Frankfurt muncul pada periode pasca-Perang Dunia I di Jerman, sebuah masa yang penuh dengan perubahan sosial, ekonomi, dan politik. Gejolak ekonomi yang dahsyat dan peperangan yang tidak ada hentinya memicu kelompok intelektual ini menemukan sebuah opsi baru untuk keluar dari pilihan aliran sosial, seperti Kapitalisme, Fasisme dan Komunisme, yang pada masa itu menjadi satu-satunya pilihan ideologi yang tersedia.
Max Horkheimer yang merupakan professor dan pendiri dari Institut untuk Penelitian Sosial di Frankfurt, adalah perintis dari sejarah berdirinya Mazhab ini. Anggota-anggota awalnya termasuk Theodor Adorno, Herbert Marcuse, Walter Benjamin, dan Erich Fromm.
Landasan pemikiran Mazhab Frankfurt adalah teori kritis. Para anggota Mazhab Frankfurt awalnya terpengaruh oleh pemikiran Karl Marx dan Sigmund Freud. Mereka mencoba menggabungkan analisis materil dari Marxisme dengan pemahaman psikoanalisis dari Freud untuk mengembangkan pendekatan kritis terhadap masyarakat modern. Lewat berbagai riset sosial yang mereka lakukan, mereka memperluas konsep-konsep Marx dan Freud untuk menyelidiki struktur sosial, budaya, dan psikologi individu dengan cara yang kritis. Fokus utama adalah menyoroti ketidakadilan, alienasi, dan dehumanisasi yang terjadi dalam masyarakat kapitalis.
Mazhab Frankfurt banyak melakukan riset terkait konsep alienasi, di mana perasaan terasing yang dialami oleh seorang individu membuat mereka merasa terasing dari karya mereka sendiri dan lingkungan sosial yang berwujud masyarakat. Mereka melihat budaya massa yang diciptakan sebagai alat propaganda di masa itu, menjadi sarana untuk menjaga dan memperkuat bentuk alienasi ini. Bagi mereka, budaya massa dapat menciptakan ilusi kebebasan dan memutarbalikkan pemahaman individu tentang realitas.
Budaya massa yang mereka maksud adalah bentuk-bentuk budaya yang diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat secara luas. Hal ini mencakup publisitas di media massa, penampilan dan hiburan yang populer bagi masyarakat, dan berbagai aspek lainnya dalam kebudayaan. Secara sederhana, Budaya Massa berarti budaya yang dihasilkan untuk dikonsumsi oleh banyak orang.
Budaya massa yang diproduksi secara massal dan dapat diakses oleh sebagian besar masyarakat. Beberapa contoh budaya massa termasuk film komersial, musik populer, dan program televisi. Dalam hal ini, para pemikir di Mazhab Frankfurt menyuarakan keprihatinan terhadap "industri budaya" yang mereka lihat sebagai bentuk kontrol sosial dan manipulasi ideologi oleh kekuatan kapitalis. Mereka berpendapat bahwa media massa dan budaya populer dapat menjadi alat untuk menjaga ketidaksetaraan dalam lingkungan sosial dan menormalisasi ketidakadilan.
Media massa dan budaya populer dapat digunakan untuk memanipulasi opini publik. Mereka memandang bahwa melalui media massa, kekuatan kapitalis dapat mengontrol pemikiran dan perilaku masyarakat, menciptakan konsensus palsu, dan memastikan ketidaksetaraan sosial tetap ada. Selanjutnya, budaya populer dapat menghasilkan bentuk alienasi di antara individu dan mencegah mereka untuk memahami kondisi sebenarnya dari kehidupan mereka.
Herbert Marcuse, seorang anggota Mazhab Frankfurt, memiliki pengaruh khusus dalam konteks pergerakan mahasiswa pada tahun 1960-an. Karyanya, seperti "One-Dimensional Man," memandang tentang bagaimana konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat telah terpengaruh oleh citra dari kebudayaan konsumeris.
Iklan adalah salah satu alat utama dalam kebudayaan konsumeris yang dimanfaatkan untuk membentuk citra produk dan gaya hidup yang menyesuaikan dengan standar perilaku yang dicitrakan dalam tayangan iklan. Marcuse memandang bahwa secara menghipnotis iklan memanipulasi persepsi masyarakat tentang keinginan dan kebutuhan mereka. Citra ideal yang dibentuk oleh iklan dapat menciptakan tekanan sosial untuk mengikuti tren dan melakukan konsumsi pada barang dan komoditas tertentu.
Dalam masyarakat konsumeris, Identitas individu dikomodifikasi oleh kebudayaan massa. Marcuse memandang bahwa identitas pribadi akan diukur dan dinilai berdasarkan barang-barang yang dikonsumsi atau gaya hidup yang diadopsi. Kondisi sosial yang menciptakan keterbatasan dalam berekspresi, yang membuat individu merasa terkungkung oleh ekspektasi dan standar norma yang ditetapkan oleh pasar.
Kebudayaan konsumeris juga mempromosikan standar kecantikan dan gaya hidup tertentu yang mereka promosikan dengan cara “inilah gaya ideal”. Hal yang bagi masyarakat kelas menengah ataupun kelas bawah menekan, dan menciptakan konformitas, di mana individu merasa perlu untuk membeli produk atau mengadopsi gaya hidup tertentu agar diterima oleh masyarakat. Konformitas yang dialami oleh sebagian besar masyarakat menciptakan rasa pengekangan, dan membuat individu tidak memiliki kebebasan untuk mengekspresikan diri dengan caranya yang autentik.
Kebudayaan konsumeris menciptakan citra pemenuhan atau rasa kepuasan yang palsu. Dengan Produk dan gaya hidup yang dipromosikan oleh industri budaya selalu dicitrakan sebagai sumber kebahagiaan dan pemenuhan diri. Namun kenyataannya, pemenuhan tersebut hanyalah sebuah perasaan sesaat yang bersifat sementara dan dalam jangka waktu yang panjang tidak membawa kebahagiaan yang tahan lama.
Selain itu, dalam budaya konsumeris yang terjadi, ada dampak yang mempengaruhi paradigma sosial di tengah budaya massa. Kebudayaan konsumeris cenderung mendorong individu untuk fokus pada kepuasan pribadi dan konsumsi individual, sehingga mengurangi kecenderungan untuk bertindak secara kolektif. Namun yang penting untuk dilakukan adalah tetap bersikap kritis terhadap struktur sosial dan politik yang mendasari sistem konsumeris itu sendiri.
Pergeseran yang terjadi ketika rasionalitas tersebut mulai diarahkan bukan untuk meningkatkan kehidupan manusia secara holistik, tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan instrumental dan kepentingan tertentu. Dalam hal ini Mazhab Frankfurt mengembangkan konsep rasionalitas instrumental, di mana rasionalitas yang semula dimaksudkan untuk meningkatkan kehidupan manusia, malah digunakan untuk memanipulasi dan menindas.
Mereka menggarisbawahi bahaya dari pemikiran instrumental yang membawa pada dehumanisasi. Ketika manusia dianggap sebagai alat atau sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu, maka nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan, dan martabat individual sedikit demi sedikit dapat terkikis. Dalam kondisi ini , masyarakat akan dapat berubah, dimana nilai-nilai manusiawi dikorbankan demi efisiensi atau kepentingan segelintir kelompok tertentu.
Pertanyaan tentang siapa yang mendefinisikan tujuan-tujuan instrumental dan bagaimana rasionalitas tersebut diterapkan dalam masyarakat untuk mencegah pemikiran instrumental adalah sub topic yang menjadi basis pemikiran yang dikaji di Mazhab ini. Melakukan refleksi terhadap penggunaan rasionalitas instrumental adalah hal yang penting untuk menjaga batas wajar dan kewarasan kita untuk berfikir secara maju dan independen.
Mazhab Frankfurt menekankan pentingnya pendidikan dan kebudayaan dalam membentuk pemahaman kolektif masyarakat. Mereka percaya bahwa transformasi sosial dapat dicapai melalui kesadaran dan pemahaman yang dibawa oleh pendidikan kritis, termasuk dalam memandang tentang bagaimana kapitalisme dapat menciptakan ketidaksetaraan ekonomi dan bagaimana teknologi dapat diarahkan untuk mengendalikan individu.
Namun, Pada tahun 1933, di saat Nazi mulai berkuasa di Jerman, Banyak anggota Mazhab Frankfurt melarikan diri ke Amerika Serikat. Di sana, mereka terus mengembangkan dan menyebarkan pemikiran kritis mereka. Dengan naiknya Nazi ke tampuk kekuasaan, kelompok ini menghadapi tekanan dan ancaman terhadap kebebasan akademis dan keberlanjutan institut. Pada tahun 1933, beberapa anggota Mazhab Frankfurt melarikan diri dari Jerman. Mereka menemukan perlindungan di Amerika Serikat, terutama di kota New York.
Pada tahun 1935, Institut untuk Penelitian Sosial pindah ke New York, dan dari sana mereka terus mengembangkan dan menyebarkan pemikiran kritis mereka tentang masyarakat modern, kapitalisme, dan budaya. Pengaruh mereka di dunia akademis dan pemikiran kritis terus berkembang, dan karya-karya mereka, termasuk analisis mereka terhadap budaya massa, tetap relevan dan dijadikan paradigma dalam melakukan riset sosial hingga hari ini.
Selama masa pengasingan di Amerika Serikat, anggota Mazhab Frankfurt berkontribusi pada pemikiran sosial dan budaya Amerika serta menyumbangkan wawasan kritis terhadap perkembangan masyarakat modern. Meskipun terpisah dari lingkungan budaya asal mereka di Jerman, pemikiran kritis mereka tetap tajam dan berpengaruh di panggung global.
Mazhab Frankfurt adalah paradigma sosial yang populer dan tetap dikembangkan oleh peneliti sosial di Abad ini. Kelompok ini telah menjadi salah satu kelompok intelektual paling berpengaruh sepanjuang sejarah intelektual Jerman. Kehadiran mereka dalam riset sosial, serta dampak intelektual yang mereka timbulkan dalam sejarahnya telah meninggalkan jejak penting dalam sejarah pemikiran sosial dan budaya. Mazhab kritis secara eksponensial terus mempengaruhi berbagai bidang lainnya, termasuk dalam kajian sosiologi, filsafat, dan studi budaya.
Daftar Referensi
Arato, Andrew & Eike Gebhardt. 1985. The Essential Frankfurt School Reader. Continuum Publishing Company. New York
Corradetti, Claudio. 2013. The Frankfurt School and Critical Theory.
Robin Celikates & Jeffrey Flynn. 2023. Critical Theory (Frankfurt School) https://plato.stanford.edu/entries/critical-theory/