Sumber Daya Pikiran - Ranah intelektualisme adalah ranah yang dihuni oleh individu-individu yang memiliki keahlian, pengetahuan, dan pemahaman mendalam di berbagai bidang seperti sains, seni, humaniora, politik, dan masyarakat. Orang-orang tersebut tidak hanya memiliki kredibilitas dan berprestasi dalam disiplin akademisnya masing-masing, namun juga memiliki keterampilan untuk mengkomunikasikan gagasan dan pandangannya secara efektif kepada masyarakat luas.
Peran intelektual publik adalah memberikan wawasan,
analisis, dan perspektif kritis terhadap isu-isu relevan yang mempengaruhi
masyarakat dalam kehidupan publiknya, yang tentu saja menyangkut aspek sosial
dan politik yang mereka hadapi.
Peran kaum intelektual di masyarakat sangatlah penting
dalam membentuk, mengawasi, dan memperkuat landasan penghidupan suatu bangsa,
yang salah satu diantaranya adalah aspek demokrasi. Kehadiran mereka tidak
hanya menandakan suara kritis dalam masyarakat, namun juga berkontribusi
terhadap pengembangan kebijakan yang lebih baik dan pemeliharaan demokrasi yang
sehat.
Negara yang sehat membutuhkan demokrasi yang berkelanjutan.
Intelektual publik berperan dalam menjaga vitalitas dan keberlanjutan demokrasi
dengan memberikan wawasan kritis, mendidik masyarakat, dan mengingatkan kita
akan prinsip-prinsip demokrasi secara tegak dan lurus.
Untuk membangun masyarakat yang demokratis, adil, dan
berkeadilan, peran penting intelektual publik tidak boleh dianggap remeh.
Dengan keberanian mereka dalam bersuara, mengemukakan gagasan, dan menjadi agen
perubahan, para intelektual publik memberikan kontribusi yang sangat berharga
dalam membentuk masa depan yang lebih baik bagi masyarakat dan bangsa.
Menurut Antonio Gramsci, intelektual publik merupakan agen
perubahan yang penting dalam membentuk opini masyarakat. Namun bagaimana kita
dapat menumbuhkan intelektual publik yang berpikiran kritis untuk menantang
hegemoni negara?
Untuk menjawabnya, tentu saja tidak cukup hanya dari satu
tulisan artikel ini saja, tapi juga perlu percobaan yang berkelanjutan dengan
menciptakan sebuah iklim demokrasi yang sehat dimana kegiatan intelektual tidak
diasumsikan sebagai kegiatan makar yang menentang kedaulatan negara, walau di
banyak kasus politisi senior yang merasa dirinya telah menjadi narator ulung
dari demokrasilah yang justru mengidentikan dirinya sebagai kedaulatan. Dengan
kata lain tidak menerima kritik dari kalangan masyarakat.
Dalam pemikiran Gramsci, konsep hegemoni mengacu pada
dominasi ideologi dan budaya oleh kelompok penguasa. Penindasan negara
seringkali diakomodasi melalui konstruksi hegemoni, dimana norma-norma yang
mendukung kebijakan pemerintah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kesadaran masyarakat. Oleh karena itu, untuk melahirkan intelektual publik yang
kritis, kita harus mematahkan hegemoni tersebut.
Salah satu cara untuk menumbuhkan intelektual masyarakat
yang kritis adalah melalui pendidikan kritis. Program pendidikan yang mendorong
pemikiran kritis terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah dapat menyadarkan
masyarakat. Gramsci menekankan pentingnya “pendidikan sebagai praktik
kebebasan,” di mana setiap individu dibekali dengan keterampilan analisis dan
pemahaman mendalam tentang realitas sosial dan politik.
Pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk membentuk
masyarakat yang berpikir kritis. Menurut Gramsci, kelompok subaltern (kelas
bawah) harus membangun kesadaran kolektif dan mengidentifikasi kepentingan
bersama. Melalui organisasi masyarakat sipil, kita dapat memberdayakan individu
untuk bersuara dan menyuarakan kritik terhadap tindakan sewenang-wenang negara.
Dalam masyarakat modern, media memainkan peran sentral dalam
membentuk opini publik. Oleh karena itu, mempromosikan media independen yang
kritis dan menghadirkan suara-suara alternatif sangatlah penting. Gramsci
menekankan pentingnya "perang posisi" dalam perjuangan ideologi, dan
media independen dapat menjadi medan pertempuran yang efektif dalam membentuk
pandangan masyarakat.
Aktivisme dan solidaritas di tengah masyarakat adalah
strategi yang efektif dalam menanggapi penyalahgunaan kekuasaan oleh negara.
Dengan melakukan tindakan bersama dan memiliki solidaritas antar kelompok yang
termarjinalkan, kita dapat memperkuat perlawanan terhadap kebijakan yang
merugikan.
Pandangan Ini sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh
Gramsci tentang kekuatan kolektif sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni
yang ada. Dengan memahami bahwa budaya adalah alat untuk mempertahankan
kekuasaan, Gramsci menekankan pentingnya seni dan sastra dalam membentuk
perspektif kritis. Menggalakkan kegiatan seni dan sastra yang mendorong
pemikiran kritis dapat membantu menciptakan intelektual publik yang lebih sadar
Menciptakan lembaga pertahanan hak asasi manusia yang kritis
adalah sebuah langkah yang juga tidak kalah pentingnya. Lembaga ini dapat memberikan suara hukum yang
kuat dalam melawan penindasan negara. Ketika Gramsci menyadari pentingnya peran
hukum dalam perjuangan ideologi, lembaga-lembaga tersebut dapat menjadi sarana
yang ampuh untuk menentang ketidakadilan dan kebijakan-kebijakan yang
merugikan.
Dalam menghadapi penindasan negara, menumbuhkan intelektual publik yang kritis memerlukan upaya berkelanjutan yang melibatkan pendidikan, pemberdayaan masyarakat, media independen, aktivisme, seni dan sastra, serta pembela hak asasi manusia. Dengan melibatkan massa, membangun solidaritas, dan memanfaatkan media dan lembaga yang mendukung, kita dapat membentuk intelektual publik yang tidak hanya memiliki pemahaman mendalam, namun juga secara aktif berkontribusi terhadap masyarakat yang lebih adil dan pendidikan kritis yang berkelanjutan.